Translate
Minggu, 11 Oktober 2015
Our Wishlist
Places to visit, events to attend and things to do....
...of course, on top of the list, Umrah and Hajj
Pipin's
1. West Lake, Hang Zhao, China
Mine:
1. Spa-Francorchamps, Belgian F1 GP
2. Pearl Jam Concert
3. Paris Marathon
4. Inter-island swim
...of course, on top of the list, Umrah and Hajj
Pipin's
1. West Lake, Hang Zhao, China
Mine:
1. Spa-Francorchamps, Belgian F1 GP
2. Pearl Jam Concert
3. Paris Marathon
4. Inter-island swim
Selasa, 08 September 2015
Berbagi Pengalaman Hidup di Inggris (2)
OK, kita lanjut lagi. Masih seputar pekerjaan, tapi kayaknya akan cenderung jadi curcol daripada sekedar sharing.
Sedikit tentang kami sudah diceritakan di sini. Sudah 7 minggu berlalu, things are started to settle down. Dengan kata lain, saya sudah mulai merasa bosan tidak punya aktifitas berarti, lebih jauh lagi tidak punya pemasukan. Waktu masih di Indonesia, tiap bulan ada yang diharap. Rekening nambah terus. Sementara disini, kebalikannya malah tabungan berkurang terus. Belum lagi Rupiah yang masih terus loyo, bikin tambah frustrasi. Hari ini, 1 EUR masih bertengger di sekitar Rp. 16.000 setelah sempat menguat ke level Rp 15.700 sementara 1 GBP kembali bertengger di level Rp. 22.000.
Minggu kemarin dapat sedikit pemasukan dengan berpartisipasi jadi responden thesis doktor anak UOS. Lumayan, kerja 1 jam dapat 10 pound, lebih tinggi dari upah minimum 6.5 pound/jam.
Setelah satu setengah bulan pertama cari-cari lowongan yang benar-benar sesuai kualifikasi saya, menjelang bulan kedua standar mulai turun. Sebelumnya kirim 2 aplikasi, tapi setelah satu bulan belum ada jawaban sama sekali. Mendapatkan pekerjaan 'serius' di Inggris dan Uni Eropa secara umum memang sedikit susah. Kita prioritasnya jauh, setelah warga negara UK dan warga negara Uni Eropa. Bahkan ada yang bilang setelah warga negara persemakmuran.
Teorinya, dengan status ijin tinggal (resident permit) yang saya punya walaupun sebagai dependant, cukup untuk mendapat perlakuan yang setara. Mungkin memang kualifikasi saya saja yang belum pas, mungkin memang belum rejeki. Dan satu lagi, proses rekruitmen disini memang cenderung lama. Sebelum berangkat saya juga sempat kirim aplikasi, dan dapat jawabannya beragam lamanya. Ada yang 2 minggu, ada yang ngasih batas 4 minggu (kalau ga dikontak berarti gagal), dan ada juga yang hampir 2 bulan baru kasih jawaban.
Pilihan memang ada 2 sekarang, lanjut sekolah dengan budget yang membengkak karena Rupiah tidak kunjung menguat atau dapat pekerjaan yang layak. Sambil menunggu akhirnya standar mulai turun. Kemarin apply beberapa lowongan temporary job di sekitar Guildford dengan bayaran kurang dari 10 pound per jam. Kalau belum juga, mungkin harus turun standar lagi jadi cleaning service atau kerja di supermarket dengan upah minimum. Mudah-mudahan tidak perlu. Aamiin.
Ada beberapa job portal di Inggris untuk mencari pekerjaan. Yang terbesar Reed dan Indeed. Banyak sebetulnya, tinggal googling aja.
Naga-naganya, arahnya bakal ke sekolah. Program Master yang saya ambil nanti akan mulai akhir Oktober. Kapan-kapan deh cerita tentang sekolah dan prosesnya. Berhubung akan pakai biaya sendiri, rasanya pengen nangis lihat Rupiah masih loyo. Harapannya, setelah mendapat gelar Master, peluang untuk mendapatkan pekerjaan bisa lebih besar.
Sebelum berangkat, kita memang sempat diliputi keraguan, berangkat apa tidak? Berangkat artinya.... keluar dari zona nyaman, pekerjaan yang stabil, walaupun dengan hidup yang secara umum cenderung monoton dan energi yang terkuras habis untuk bolak-balik Bogor-Jakarta setiap hari. Berangkat artinya.... mengambil resiko demi hidup yang lebih baik. Resiko yang sudah kita kalkulasi baik-baik dengan beberapa skenario. Sejauh ini, kadang masih ada sedikit penyesalan atas pengambilan keputusan untuk berangkat. Mungkin harus lebih bersabar dan berusaha serta berdoa. Ini baru bulan kedua, jalan masih panjang. Allah swt tidak akan salah dalam membagi rejeki kepada hamba-Nya
Ada beberapa sisi positif sejauh ini. Karena istirahat kita lebih banyak, badan juga cenderung lebih segar. Kita juga jadi lebih mensyukuri nikmat yang diberikan sewaktu kita di Indonesia. Disini pengeluaran bulanan harus direncanakan dengan rapi agar beasiswa yang diterima istri saya mencukupi dan tidak perlu menguras tabungan kami lebih dalam.
Sedikit tentang kami sudah diceritakan di sini. Sudah 7 minggu berlalu, things are started to settle down. Dengan kata lain, saya sudah mulai merasa bosan tidak punya aktifitas berarti, lebih jauh lagi tidak punya pemasukan. Waktu masih di Indonesia, tiap bulan ada yang diharap. Rekening nambah terus. Sementara disini, kebalikannya malah tabungan berkurang terus. Belum lagi Rupiah yang masih terus loyo, bikin tambah frustrasi. Hari ini, 1 EUR masih bertengger di sekitar Rp. 16.000 setelah sempat menguat ke level Rp 15.700 sementara 1 GBP kembali bertengger di level Rp. 22.000.
Minggu kemarin dapat sedikit pemasukan dengan berpartisipasi jadi responden thesis doktor anak UOS. Lumayan, kerja 1 jam dapat 10 pound, lebih tinggi dari upah minimum 6.5 pound/jam.
Setelah satu setengah bulan pertama cari-cari lowongan yang benar-benar sesuai kualifikasi saya, menjelang bulan kedua standar mulai turun. Sebelumnya kirim 2 aplikasi, tapi setelah satu bulan belum ada jawaban sama sekali. Mendapatkan pekerjaan 'serius' di Inggris dan Uni Eropa secara umum memang sedikit susah. Kita prioritasnya jauh, setelah warga negara UK dan warga negara Uni Eropa. Bahkan ada yang bilang setelah warga negara persemakmuran.
Teorinya, dengan status ijin tinggal (resident permit) yang saya punya walaupun sebagai dependant, cukup untuk mendapat perlakuan yang setara. Mungkin memang kualifikasi saya saja yang belum pas, mungkin memang belum rejeki. Dan satu lagi, proses rekruitmen disini memang cenderung lama. Sebelum berangkat saya juga sempat kirim aplikasi, dan dapat jawabannya beragam lamanya. Ada yang 2 minggu, ada yang ngasih batas 4 minggu (kalau ga dikontak berarti gagal), dan ada juga yang hampir 2 bulan baru kasih jawaban.
Pilihan memang ada 2 sekarang, lanjut sekolah dengan budget yang membengkak karena Rupiah tidak kunjung menguat atau dapat pekerjaan yang layak. Sambil menunggu akhirnya standar mulai turun. Kemarin apply beberapa lowongan temporary job di sekitar Guildford dengan bayaran kurang dari 10 pound per jam. Kalau belum juga, mungkin harus turun standar lagi jadi cleaning service atau kerja di supermarket dengan upah minimum. Mudah-mudahan tidak perlu. Aamiin.
Ada beberapa job portal di Inggris untuk mencari pekerjaan. Yang terbesar Reed dan Indeed. Banyak sebetulnya, tinggal googling aja.
Naga-naganya, arahnya bakal ke sekolah. Program Master yang saya ambil nanti akan mulai akhir Oktober. Kapan-kapan deh cerita tentang sekolah dan prosesnya. Berhubung akan pakai biaya sendiri, rasanya pengen nangis lihat Rupiah masih loyo. Harapannya, setelah mendapat gelar Master, peluang untuk mendapatkan pekerjaan bisa lebih besar.
Sebelum berangkat, kita memang sempat diliputi keraguan, berangkat apa tidak? Berangkat artinya.... keluar dari zona nyaman, pekerjaan yang stabil, walaupun dengan hidup yang secara umum cenderung monoton dan energi yang terkuras habis untuk bolak-balik Bogor-Jakarta setiap hari. Berangkat artinya.... mengambil resiko demi hidup yang lebih baik. Resiko yang sudah kita kalkulasi baik-baik dengan beberapa skenario. Sejauh ini, kadang masih ada sedikit penyesalan atas pengambilan keputusan untuk berangkat. Mungkin harus lebih bersabar dan berusaha serta berdoa. Ini baru bulan kedua, jalan masih panjang. Allah swt tidak akan salah dalam membagi rejeki kepada hamba-Nya
Ada beberapa sisi positif sejauh ini. Karena istirahat kita lebih banyak, badan juga cenderung lebih segar. Kita juga jadi lebih mensyukuri nikmat yang diberikan sewaktu kita di Indonesia. Disini pengeluaran bulanan harus direncanakan dengan rapi agar beasiswa yang diterima istri saya mencukupi dan tidak perlu menguras tabungan kami lebih dalam.
Jumat, 28 Agustus 2015
Berbagi Pengalaman Hidup di Inggris
Sudah 5 minggu saya berada di Inggris, sejak setelah lebaran Iedul Ftri 1436 H. Status saya disini sebagai PBS Dependant dari istri saya yang mengambil Ph.D di Surrey Space Centre (SSC), University of Surrey (UOS), Guildford. Sebagai PBS Dependant, saya punya Work Permit, dengan batasan yaitu tidak boleh berhubungan dengan kedokteran dan olahraga, begitu kira-kira kasarnya. Pengalaman sebulan pertama disini.... so far so good-lah.
Kehidupan Sehari-hari
Secara umum, tidak banyak masalah. Soal makanan, makin banyak makanan bernuansa Asia, mulai dari beras, mie, bumbu-bumbu jadi, dll. Tinggal cek masalah ke-halal-annya saja. Untuk daging-dagingan, di salah satu jaringan supermarket besar di Inggris, Tesco, ada halal corner yang isinya daging ayam dan daging sapi.
Untuk bahan makanan lain, yang kemungkinan besar halal adalah yang ada label 'Suitable for Vegetarian', selama tidak mengandung bahan alkohol. Produk ikan dan seafood juga ada. Telur dengan label Tesco, isi 15 harganya 1.25 pound, kalau di-rupiahkan dengan kurs 20 ribu, hanya 25 ribu. Lumayanlah, bersih ga campur sama kotoran ayam kayak telur curah di Indonesia. Apalagi kalau suka kuliner Italia, pilihan pasta sangat banyak. Singkatnya, kalau mau sedikit repot masak, kebutuhan gizi yang layak bisa terpenuhi.
Makan diluar kita belum pernah. Selain mahal, ke-halal-annya juga sulit dipertanggungjawabkan. Ada sih beberapa restoran yang kata orang-harang halal, tapi belum nyoba. Ya itu tadi, muahallll.
Yang kami rasakan selama ini, orang Inggris secara umum ramah. Mungkin karena Guildford kota kecil kali ya, jaraknya sekitar 50 km dari London. Penduduknya sangat beragam. Cukup banyak orang Asia Tenggara terutama dari Filipina dan Malaysia. Indonesia.... malah belum ketemu sama sekali. Kurang gaul dan apatis kali ya. Mahasiswa dari Tiongkok banyak, ratusan... atau malah mungkin mencapai seribu. Kadang kita merasa, kita beneran di Inggris kan?
Komunitas Muslim cukup bagus. Ada mushalla dan shalat Jumat di kampus UOS. Di asrama mahasiswa Manor Park juga ada mushalla-nya, di Common Room Blok C, James Black Road.
Pekerjaan
Ini dia yang agak-agak susah. Meskipun berbekal ijin kerja, tidak mudah mendapatkan pekerjaan yang ideal. Di Indonesia, saya punya pengalaman kerja di bidang satelit dan bidang penerbangan. Bidang yang langka memang. Lowongan yang cocok dengan kualifikasi saya sangat terbatas. Kalau keilmuan dan pengalaman saya bidang IT atau ekonomi/finance yang lebih umum, peluang bisa lebih besar.
Disini ada Surrey Satellite Technology Ltd. (SSTL), perusahaan pembuat satelit berukuran kecil. Idealnya bisa masuk sana, tapi belum ada lowongan yang cocok. Rencananya setelah menyelesaikan studi master saya, akan apply untuk graduate program disana. Graduate programnya akan dibuka lagi November 2015 ini, mudah-mudahan Rupiah tercinta bisa menguat dan saya bisa menyelesaikan S2 saya yang tertunda.
(to be continued)
Kehidupan Sehari-hari
Secara umum, tidak banyak masalah. Soal makanan, makin banyak makanan bernuansa Asia, mulai dari beras, mie, bumbu-bumbu jadi, dll. Tinggal cek masalah ke-halal-annya saja. Untuk daging-dagingan, di salah satu jaringan supermarket besar di Inggris, Tesco, ada halal corner yang isinya daging ayam dan daging sapi.
Untuk bahan makanan lain, yang kemungkinan besar halal adalah yang ada label 'Suitable for Vegetarian', selama tidak mengandung bahan alkohol. Produk ikan dan seafood juga ada. Telur dengan label Tesco, isi 15 harganya 1.25 pound, kalau di-rupiahkan dengan kurs 20 ribu, hanya 25 ribu. Lumayanlah, bersih ga campur sama kotoran ayam kayak telur curah di Indonesia. Apalagi kalau suka kuliner Italia, pilihan pasta sangat banyak. Singkatnya, kalau mau sedikit repot masak, kebutuhan gizi yang layak bisa terpenuhi.
Makan diluar kita belum pernah. Selain mahal, ke-halal-annya juga sulit dipertanggungjawabkan. Ada sih beberapa restoran yang kata orang-harang halal, tapi belum nyoba. Ya itu tadi, muahallll.
Yang kami rasakan selama ini, orang Inggris secara umum ramah. Mungkin karena Guildford kota kecil kali ya, jaraknya sekitar 50 km dari London. Penduduknya sangat beragam. Cukup banyak orang Asia Tenggara terutama dari Filipina dan Malaysia. Indonesia.... malah belum ketemu sama sekali. Kurang gaul dan apatis kali ya. Mahasiswa dari Tiongkok banyak, ratusan... atau malah mungkin mencapai seribu. Kadang kita merasa, kita beneran di Inggris kan?
Komunitas Muslim cukup bagus. Ada mushalla dan shalat Jumat di kampus UOS. Di asrama mahasiswa Manor Park juga ada mushalla-nya, di Common Room Blok C, James Black Road.
Pekerjaan
Ini dia yang agak-agak susah. Meskipun berbekal ijin kerja, tidak mudah mendapatkan pekerjaan yang ideal. Di Indonesia, saya punya pengalaman kerja di bidang satelit dan bidang penerbangan. Bidang yang langka memang. Lowongan yang cocok dengan kualifikasi saya sangat terbatas. Kalau keilmuan dan pengalaman saya bidang IT atau ekonomi/finance yang lebih umum, peluang bisa lebih besar.
Disini ada Surrey Satellite Technology Ltd. (SSTL), perusahaan pembuat satelit berukuran kecil. Idealnya bisa masuk sana, tapi belum ada lowongan yang cocok. Rencananya setelah menyelesaikan studi master saya, akan apply untuk graduate program disana. Graduate programnya akan dibuka lagi November 2015 ini, mudah-mudahan Rupiah tercinta bisa menguat dan saya bisa menyelesaikan S2 saya yang tertunda.
(to be continued)
Kamis, 09 Juli 2015
Baggage Deposit at Soekarno-Hatta Airport
The service, provided by Fesindo http://www.fesindo.com/enter/lb2.php.
The valid contact number is +62 811 118 1661
The valid contact number is +62 811 118 1661
Senin, 12 Januari 2015
Jumat, 09 Januari 2015
Tragedi Paris: Mengkhianati Nabi Tanpa Sadar
http://www.islamicgeo.com/2015/01/tragedi-paris-mengkhianati-nabi-tanpa.html?m=1
Oleh: Muhammad Elvandi*
Tulisan ini khususnya untuk warga muslim Indonesia di Eropa. Dunia berduka, atas tragedi penembakan di Charlie Hebdo, distrik 11, di sebuah kantor majalah satire yang sering memuat karton cemoohan terhadap nabi Muhammad. Tapi yang paling berduka atas tragedi ini adalah muslim di Eropa.
Puluhan tahun, da’i, ilmuwan, sastrawan, seniman muslim berusaha menampilkan wajah rahmatan lil ‘alamin Islam, mulai dari kesantunan, intelektualitas, produktivitas, dan keterbukaan mengajarkan Islam dengan semua cara yang elegan. Ia bukan tugas ringan, apalagi di Perancis, dimana Islamophobia sangat kental, tidak seperti di Inggeris yang ramah.
Sekularisme di Perancis adalah yang paling parah [laicité] dan lebih dirasakan dalam bentuk islamofobia. Namun, selama 3 tahun tinggal disana islamofobia itu mulai saya rasakan berkurang. Sekolah-sekolah SD hingga SMA muslim mulai bermunculan dan terbukti meraih banyak prestasi dan menunjukan kepada warga asli Perancis bahwa anak-anak muslim tidak berbeda dengan semua anak kulit putih eropa dalam kemampuan pendidikan. Universitas dan lembaga-lembaga kajian muslim bermunculan dan memjawab kebutuhan masyarakat muslim dan Perancis. Even-event akbar diadakan, seperti Rencontre annuelle des musulmans de France dan sangat terbuka mengundang non-muslim berpartispasi sehingga warga asli Perancis mulai merasakan kehangatan kehadiran muslim yang jauh berbeda dengan stigma yang mereka punya sebelumnya.
Usaha puluhan itu terancam lenyap hanya oleh aksi orang yang merasa sedang membela nabinya, dengan menyerang kantor majalah tersebut dan membunuh 12 orang. Padahal dampak kejahatan ini sangat signifikan.
Saya memprediksi fenomena islamofobia itu akan kembali bangkit di seluruh Perancis. Dan dampaknya akan sangat terasa khususnya oleh muslimah dan oleh anak-anak muslim. Ruang gerak mereka akan lebih sempit kedepan, seperti dipersulit, dicemooh, dilecehkan, dll. Apalagi beberapa media-media mainstream memanfaatkan isu ini seperti menyoroti dengan sengaja kaitan ‘membela nabi dan pembunuhan’.
Tapi tragedi itu telah terjadi, dan ulama-ulama muslim Eropa berusaha turun tangan menghadirkan semua kemampuan intelektualitas dan reputasi mereka untuk meyakinkan dunia bahwa tragedi ini mengkhinati ajaran nabi kami dan Islam mengutuk kejahatan ini. Tariq Ramadhan, Professor Teologi Universitas Oxford, cucu Hasan al-Banna adalah yang paling vokal, dibantu oleh sederet ulama-ulama besar dari majelis fatwa Eropa, dan L’Union des Organisations Islamiques de France.
Namun sayang, di tanah air, beberapa situs seakan tidak mengerti situasi ini. Beberapa artiketl saya lihat menuliskan ‘alhamdulillah serangan di Charlie hebdo tepat sasaran’. Atau mempertanyakan kenapa kita bergerak saat nabi dihina?
Saya berbaik sangka bahwa mereka menulis dengan motiv membela nabi, namun saya katakan bahwa itu salah kaprah. Setelah tragedi ini, yang perlu dilakukan muslim seluruh dunia ada dua. Pertama mengutuk kejahatan ini dan menjelaskan bahwa Islam menentang kekerasan, bukan bersyukur. Kedua, bekerja lebih keras menampilkan produktivitas sebagai seorang muslim sehingga tercermin konsep rahmatan lil ‘alamin nya.
Mungkin anda menjawab, ‘para penghina nabi itu layak mati’. Atau mungkin anda memuji penembakan ini dengan mencari-cari dalil dari buku klasik seperti ‘Saiful Maslul ‘ala syatimirrasul’ yang artinya ‘pedang terhunus untuk penghina rasul’ karya Ibnu Taimiyyah. Saya sudah membacanya dalam bahasa aslinya maka saya katakan anda salah kaprah jika menafsirkan buku itu untuk membenarkan tragedi ini. Jika anda membenarkan tragedi ini dengan mengatakan ‘alhamdulillah’maka anda perlu keluar dari daerah anda dan berangkat ke Eropa untuk melihat kondisi muslim dan membayangkan konsekuensi yang akan dihadapi mereka pasca tragedi ini. Mungkin anda mengatakan ‘nabi kita dihina, kita harus marah’, saya katakan, memang harus marah. Karena kalau tidak marah, maka ada yang salah dengan iman kita. Namun ekspresikan kemarahan itu dengan produktivitas, banyak caranya, tapi bukan dengan pembunuhan.
Tulisan-tulisan yang bernada membela kejahatan di Charlie Hebdo ini sangat berbahaya dan mengkhawatikan, karena niat baik saja tidak cukup jika pada faktanya merugikan Islam. Sehingga seakan membela Islam padahal sedang merobohkannya.
Dalam tulisan ini, saya mengajak seluruh muslim Indonesia di Eropa untuk menjelaskan kepada masyarakat sekitar bahwa Islam mengutuk segala bentuk kejahatan seperti ini lalu tampilkan nilai-nilai Islam. Jangan hiraukan semua artikel-artikel yang bertebaran dan bernada seolah sedang membela nabi dengan memuji tindakan ini padahal mereka sedang mengkhianati nabi dan nilai suci Islam tanpa mereka sadari.
Masyarakat eropa, walaupun mengakses media-media mainstream namun mereka mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi akan kebenaran. Maka ini kesempatan kita untuk menjelaskan lebih banyak, tentang nilai-nilai agung Qur’an yang menjunjung kasih sayang. Pertumbuhan Islam di Amerika sangat tinggi setelah 11 september, karena orang-orang menjadi penasaran dan membaca Islam, semoga ini juga terjadi pada warga Perancis. Sehingga tragedi tidak meningkatkan islamofobia, tapi menyuburkan lahan dakwah.
Manchester, 7 Januari 2015
Puluhan tahun, da’i, ilmuwan, sastrawan, seniman muslim berusaha menampilkan wajah rahmatan lil ‘alamin Islam, mulai dari kesantunan, intelektualitas, produktivitas, dan keterbukaan mengajarkan Islam dengan semua cara yang elegan. Ia bukan tugas ringan, apalagi di Perancis, dimana Islamophobia sangat kental, tidak seperti di Inggeris yang ramah.
Sekularisme di Perancis adalah yang paling parah [laicité] dan lebih dirasakan dalam bentuk islamofobia. Namun, selama 3 tahun tinggal disana islamofobia itu mulai saya rasakan berkurang. Sekolah-sekolah SD hingga SMA muslim mulai bermunculan dan terbukti meraih banyak prestasi dan menunjukan kepada warga asli Perancis bahwa anak-anak muslim tidak berbeda dengan semua anak kulit putih eropa dalam kemampuan pendidikan. Universitas dan lembaga-lembaga kajian muslim bermunculan dan memjawab kebutuhan masyarakat muslim dan Perancis. Even-event akbar diadakan, seperti Rencontre annuelle des musulmans de France dan sangat terbuka mengundang non-muslim berpartispasi sehingga warga asli Perancis mulai merasakan kehangatan kehadiran muslim yang jauh berbeda dengan stigma yang mereka punya sebelumnya.
Usaha puluhan itu terancam lenyap hanya oleh aksi orang yang merasa sedang membela nabinya, dengan menyerang kantor majalah tersebut dan membunuh 12 orang. Padahal dampak kejahatan ini sangat signifikan.
Saya memprediksi fenomena islamofobia itu akan kembali bangkit di seluruh Perancis. Dan dampaknya akan sangat terasa khususnya oleh muslimah dan oleh anak-anak muslim. Ruang gerak mereka akan lebih sempit kedepan, seperti dipersulit, dicemooh, dilecehkan, dll. Apalagi beberapa media-media mainstream memanfaatkan isu ini seperti menyoroti dengan sengaja kaitan ‘membela nabi dan pembunuhan’.
Tapi tragedi itu telah terjadi, dan ulama-ulama muslim Eropa berusaha turun tangan menghadirkan semua kemampuan intelektualitas dan reputasi mereka untuk meyakinkan dunia bahwa tragedi ini mengkhinati ajaran nabi kami dan Islam mengutuk kejahatan ini. Tariq Ramadhan, Professor Teologi Universitas Oxford, cucu Hasan al-Banna adalah yang paling vokal, dibantu oleh sederet ulama-ulama besar dari majelis fatwa Eropa, dan L’Union des Organisations Islamiques de France.
Namun sayang, di tanah air, beberapa situs seakan tidak mengerti situasi ini. Beberapa artiketl saya lihat menuliskan ‘alhamdulillah serangan di Charlie hebdo tepat sasaran’. Atau mempertanyakan kenapa kita bergerak saat nabi dihina?
Saya berbaik sangka bahwa mereka menulis dengan motiv membela nabi, namun saya katakan bahwa itu salah kaprah. Setelah tragedi ini, yang perlu dilakukan muslim seluruh dunia ada dua. Pertama mengutuk kejahatan ini dan menjelaskan bahwa Islam menentang kekerasan, bukan bersyukur. Kedua, bekerja lebih keras menampilkan produktivitas sebagai seorang muslim sehingga tercermin konsep rahmatan lil ‘alamin nya.
Mungkin anda menjawab, ‘para penghina nabi itu layak mati’. Atau mungkin anda memuji penembakan ini dengan mencari-cari dalil dari buku klasik seperti ‘Saiful Maslul ‘ala syatimirrasul’ yang artinya ‘pedang terhunus untuk penghina rasul’ karya Ibnu Taimiyyah. Saya sudah membacanya dalam bahasa aslinya maka saya katakan anda salah kaprah jika menafsirkan buku itu untuk membenarkan tragedi ini. Jika anda membenarkan tragedi ini dengan mengatakan ‘alhamdulillah’maka anda perlu keluar dari daerah anda dan berangkat ke Eropa untuk melihat kondisi muslim dan membayangkan konsekuensi yang akan dihadapi mereka pasca tragedi ini. Mungkin anda mengatakan ‘nabi kita dihina, kita harus marah’, saya katakan, memang harus marah. Karena kalau tidak marah, maka ada yang salah dengan iman kita. Namun ekspresikan kemarahan itu dengan produktivitas, banyak caranya, tapi bukan dengan pembunuhan.
Tulisan-tulisan yang bernada membela kejahatan di Charlie Hebdo ini sangat berbahaya dan mengkhawatikan, karena niat baik saja tidak cukup jika pada faktanya merugikan Islam. Sehingga seakan membela Islam padahal sedang merobohkannya.
Dalam tulisan ini, saya mengajak seluruh muslim Indonesia di Eropa untuk menjelaskan kepada masyarakat sekitar bahwa Islam mengutuk segala bentuk kejahatan seperti ini lalu tampilkan nilai-nilai Islam. Jangan hiraukan semua artikel-artikel yang bertebaran dan bernada seolah sedang membela nabi dengan memuji tindakan ini padahal mereka sedang mengkhianati nabi dan nilai suci Islam tanpa mereka sadari.
Masyarakat eropa, walaupun mengakses media-media mainstream namun mereka mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi akan kebenaran. Maka ini kesempatan kita untuk menjelaskan lebih banyak, tentang nilai-nilai agung Qur’an yang menjunjung kasih sayang. Pertumbuhan Islam di Amerika sangat tinggi setelah 11 september, karena orang-orang menjadi penasaran dan membaca Islam, semoga ini juga terjadi pada warga Perancis. Sehingga tragedi tidak meningkatkan islamofobia, tapi menyuburkan lahan dakwah.
Manchester, 7 Januari 2015
_____
*Muhammad Elvandi, Sarjana Dakwah Universitas Al-Azhar Mesir, Master Filsafat IESH de Paris dan Master Politics University of Manchester
*Muhammad Elvandi, Sarjana Dakwah Universitas Al-Azhar Mesir, Master Filsafat IESH de Paris dan Master Politics University of Manchester
Langganan:
Postingan (Atom)