Translate

Senin, 04 Juli 2011

ke PRJ aku tak akan kembali......

Tinggal di Jakarta dari tahun 2000-2007, lalu pindah ke Bogor sampai sekarang, 2011. Tapi belum sekalipun ke PRJ, alias Jakarta Fair. Tahun ini juga ga rencana, tapi, hari Sabtu tanggal 2 Juli pas nyamper ponakan yang lagi prajab di Pusdiklat Kemenperin, dia ngajakin ke PRJ. OK, inilah saatnya, pikirku. Setelah lebih dari 10 tahun di Jabotabek, masa ga pernah sama sekali lihat seperti apa PRJ yang selalu bikin heboh tiap tahun.

Well, langkah pertama...cari info how to get there. Tanya teman les yang ngaku rumahnya daerah Kemayoran dekat Gambir Expo, arena PRJ selama beberapa tahun terakhir, ternyata tidak banyak menolong. Lalu masuklah kami ke halte bus Trans Jakarta (busway) depan LIPI (official bus stop name: Gatot Subroto LIPI). Dari petugas halte dapat informasi yang sangat berharga, kalau dari balaikota (area Monas) ada bis langsung ke PRJ.

Dengan busway kami menuju balaikota. Naik busway koridor 9, satu halte saja ke Semanggi, lalu jalan melewati jembatan transit yang super panjang untuk bisa naik bis koridor 1 menuju Harmoni. Dari Harmoni, nyambung lagi naik bis menuju Pulogadung dan turun di halte Balaikota. Belakangan baru tahun kalau sebetulnya bisa ganti di halte Monas ternyata.

Ternyata, bisnya rebutan, tidak teratur. Katanya sih yang ngatur sudah pulang, padahal yang mau naik masih banyak dan baru sekitar jam 18:30. Untungnya, dapat juga tempat berdiri, empat orang terakhir yang diperbolehkan masuk ke bis. Perjalanan lumayan lancar, tapi begitu sampai arena PRJ, baru terlihat semrawutnya. Mobil-mobil parkir di jalan, angkot dan metromini ngetem, taksi-taksi yang ngatur preman, jadilan mobil merayap hanya untuk menurunkan penumpang.

Di loket pembelian tiket keramaian mulai terasa. Tiap loket melayani dua baris. Ramai, tapi masih cukup tertib. Di dalam, sudah cukup ramai, maklum malam Minggu. Karena perut sudah lapar, jadi kami cari tempat makan dulu. Setelah melihat-lihat sejenak, akhirnya pilihan jatuh pada Bakso Lapangan Tembak di area food court. Sayang, pilihan menunya agak terbatas. Jadi, hanya pesan mie bakso dan nasi goreng.

Giliran mau duduk, susahnya minta ampun. Untung, mbak2nya sigap mencarikan, walaupun harus share meja dengan keluarga lain. Benar-benar tidak nyaman. Dan rasa makanannya, ampun. Gak tega mendeskripsikannya. Untung lagi lapar, jadi lahap2 aja.

Setelah makan baru kami mulai berputar-putar, dari toko ke toko, dari stand ke stand. Semakin malam, semakin penuh sesak, berubah menjadi pasar senggol. Yang menarik perhatian kami akhirnya adalah stand Cadburry, yang menawarkan discount untuk pembelian produk-produknya. Tapi, antriannya, puanjang. Sempat ada yang kecopetan segala, padahal di dalam ruangan yang terang benderang. Copet yang hebat, dan nekad.

Jam 21:00, kami memutuskan untuk segera meninggalkan arena PRJ.... dan seperti judul diatas, ga akan lagi-lagi datang ke PRJ. In my opinion, it just a waste.

Sebetulnya ada potensi untuk menjadi arena Pekan Raya yang lebih baik, jika dikelola lebih serius. Jumlah peserta tidak usah terlalu banyak, tapi produk-produknya lebih unik. Bukan hanya memindahkan mall atau ITC ke satu tempat. Kalau peserta tidak terlalu banyak, akan lebih banyak ruang untuk jalan sehingga terasa lebih nyaman.

Untuk transportasi, harusnya lebih banyak shuttle bus dari berbagai titik-titik strategis, sehingga mobil pribadi berkurang. Harusnya malah disterilkan dari parkir mobil pribadi dalam radius tertentu.

Sekali lagi.... ga lagi-lagi deh ke PRJ kalau pengelolaannya masih gitu-gitu aja. Kuapok, pok...

Tidak ada komentar: